KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan makalah yang berjudul “Penyimpangan Dana Pensiun Pertamina ”
sebagai salah satu tugas mata kuliah Pengantar Pengelolaan
Keuangan Negara.
Dalam
penyusunan laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Pengantar Pengelolaan Keuangan
Negara, Bapak Bambang Juli
Istanto, yang telah memberi dukungan serta bimbingan
dalam proses penyusunan makalah ini.
Meskipun
penulis berharap bahwa makalah ini bebas dari kesalahan dan kekurangan, tetap
saja tak ada gading yang tak retak. Penulis tidak dapat menghindari kesalahan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
tugas makalah ini dapat lebih baik lagi untuk ke depannya.
Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Tangerang
Selatan, 2 Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………….... 1
DAFTAR ISI ………………………………………………………..... 2
KATA PENGANTAR ……………………………………………….... 1
DAFTAR ISI ………………………………………………………..... 2
BAB
I PENDAHULUAN ……………………………………..............3
A.
Latar
Belakang ………………………………………….............. 3
B.
Tujuan...................
……………………………………… ........... 3
C.
Ruang
Lingkup Materi ………………………………………....... 4
BAB II LANDASAN TEORI ………………………………………..... 5
BAB III PEMBAHASAN …………………………………………….. 11
BAB
IV PENUTUP ……………………………………………………15
A. Kesimpulan...............................................................................15
A. Kesimpulan...............................................................................15
B.
Saran dan Solusi…………………………………………………..15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. ......16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada
era modern ini, kata korupsi sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat
Indonesia. Bahkan ada slogan, “Tiada hari tanpa adanya berita tentang kasus
korupsi.” Pemberitaan tentang kasus korupsi yang terjadi di negeri ini bukan
menjadi hal yang aneh lagi banyaknya para pejabat pemegang kekuasaan di negeri ini
yang silih berganti melakukan tindak pidana korupsi dari pejabat rendahan
sampai pejabat yang tertinggi sekalipun.
Celah
kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan
hukum. Mata, hati, dan telinga masyarakat sudah lelah mendengar, melihat dan
merasakan dampak dari korupsi yang di lakukan oleh petinggi-petinggi negara
yang haus akan kekayaan duniawi, para koruptor memang benar sudah dirasuki oleh
setan sehingga hatinya tertutup dan buta untuk merasakan penderitaan rakyat,
bayangkan saja berapa banyak uang milik negara yang masuk ke rekening para
koruptor yang seharusnya dengan uang tersebut bisa dimanfaatkan untuk
kepentingan negara terutama kemakmuran rakyat, bermilyar-milyaran bahkan
triliunan uang yang telah dicuri oleh para koruptor dengan mudahnya untuk
memenuhi kepuasaan kekayaan mereka.
Terkait
dengan masalah korupsi, terdapat salah satu kasus yang telah menggunakan dana negara dan merugikan
banyak masyarakat indonesia adalah kasus dana
pensiun Pertamina. Oleh sebab itu, kami tertarik mengulas
kembali apa sesungguhnya yang terjadi dalam kasus ini.
B. Tujuan
Tujuan
dari dibuatnya makalah ini adalah :
·
Sebagai pemenuhan tugas mata
kuliah Pengantar Pengelolaan Keuangan Negara
·
Untuk mengetahui pengertian korupsi
·
Untuk mengetahui motif motif
yang mendasari korupsi
·
Untuk mengetahui ruang lingkup
dan bentuk dari korupsi
·
Untuk mengetahui pola
penindakan korupsi beserta contoh kasusnya
·
Untuk mengetahui dampak
korupsi
C. Ruang
lingkup
Dalam makalah ini, ruang lingkup masalah yang
penulis sajikan yaitu seputar teori hukum yang melatarbelakangi kasus korupsi dana pensiun Pertamina,
penjelasan rinci mengenai kasus dana
pensiun Pertamina dari kacamata politik-hukum, serta kesimpulan
dan saran yang dapat penulis tawarkan bagi aparatur negara dan hukum Indonesia
pada umumnya, serta pembaca makalah ini pada khususnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
- Pengertian Korupsi secara
Teoretis
Kata
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Pengertian korupsi diajukan
oleh Waterbury (1976) dalam Corruption, Political stability and development
bahwa pengertian korupsi menurut hukum dan pengertian korupsi berdasarkan
norma. Pengertian korupsi dalam hukum adalah tingkah laku yang mengurus
kepentingan sendiri dengan merugikan orang lain oleh pejabat pemerintah yang
langsung melanggar batas batas hukum atas tingkah laku tersebut. Pengertian
korupsi menurut norma ialah apabila hukum dilanggar oleh pelaku korupsi seperti
pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya dalam prosesnya. Dalam negara
tertentu, dua pengertian korupsi ini disamakan. Nurdjana (1990) menurut Beliau
Korupsi berasal dari
bahasa Yunani yaitu corruptio yang berarti perbuatan yang
tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari
kesucian, melanggar norma- norma agama materiil, mental dan hukum.
Banyak
para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, jika dilihat dari struktrur bahasa
dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna
yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan kegiatan
menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang demi keuntungan pribadi.
Korupsi
terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970)
menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang
yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku
pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisahan keuangan pribadi dengan masyarakat.
- Tindak
Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif
Memperhatikan
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, maka
tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan
Korupsi Pasif.
Adapun yang dimaksud dengan
Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
Secara
melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
Dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara, atau perekonomian
negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
Memberi
hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)
Percobaan
pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi (Pasal
15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
Memberi
sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubung
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20
Tagun 2001)
Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
Pemborong,
ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang
pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan
perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Setiap
orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a
(Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Setiap
orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Setiap
orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
Pegawai
negeri atau selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut
(Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pegawai
negeri atau selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja memalsu
buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
Pegawai
negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat
atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat
yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
Pegawai
Negeri atau Penyelenggara Negara yang :
Dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau
menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pada
waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada
pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
hutang (pasal 12 f undang-undang Nomor 20 tahun 2001
Pada
waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang
seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan hutang (pasal 12 g undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pada
waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat
hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah
merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau
persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (pasal 12 i undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
Memberi
hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif adalah
sebagai berikut :
Pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Hakim
atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat
atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
Orang
yang menerima penyerahan bahan atau keparluan Tentara Nasional Indonesia, atau
Kepolisisan Negara Republik Indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal
7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, atau sebaga
akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b
Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
Hakim
yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20
tahun 2001)
Advokat
yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa
hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang
diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
Setiap
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20
tahun 2001).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus yang Dibahas
BPK Temukan
Penyimpangan di Kasus Dana Pensiun Pertamina
Liputan6.com,
Jakarta - Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan dua kasus dugaan penyimpangan di PT
Pertamina kepada Kejaksaan Agung.
Seperti
ditayangkan Liputan 6 Petang
SCTV, Jumat (2/5/2017), dua kasus yang menimbulkan kerugian negara
lebih dari Rp 630 miliar itu bersumber dari dana pensiun dan pengadaan kapal PT
Pertamina Trans Kontinental.
Kedatangan
tim auditor BPK di Gedung Bundar Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jumat pagi tadi
diterima Jampidsus Arminsyah. Kemudian tim menyampaikan dan menyerahkan
laporan hasil pemeriksaan terkait dugaan kerugian negara yang melibatkan
Pertamina.
Menurut
auditor BPK Nyoman Warga, pada kasus dana pensiun ini diduga ada penyimpangan
dalam pembelian PT Sugih Energy TBK dengan kerugian mencapai Rp 599 miliar.
Sedangkan
untuk pengadaan kapal di PT Pertamina Trans Kontinental, diduga ada
penyimpangan dengan kerugian mencapai Rp 35 miliar lebih.
BPK: Korupsi Dana Pensiun Pertamina Rugikan Negara Rp 599 Miliar
Gedung Pertamina Persero (Foto: bumn.go.id )
Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) menyatakan kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi
pengelolaan dana pensiun PT Pertamina tahun 2014-2015 mencapai Rp 599,2 miliar.
"Kami sudah
menyerahkan laporan hasil pemeriksaannya kepada Kejaksaan Agung," kata
Auditor Utama Investigasi BPK, I Nyoman Wara di Jakarta, seperti dilansir
Antara, Jumat (2/6).
Angka kerugian negara
itu muncul karena dana pensiun dipakai untuk membeli saham PT SUGI Energi Tbk
seharga Rp 599,2 miliar.
Nyoman mengatakan ada
penyimpangan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pembayaran untuk kegiatan
investasi saham.
Selain itu, BPK juga
menyerahkan laporan hasil pemeriksaan dugaan korupsi pengadaan kapal Anchor
Handling Tug Supply (AHTS)/kapal Transko Andalas dan kapal Transko Celebes
tahun anggaran 2012-2014 dengan kerugian keuangan negara Rp35,32 miliar.
Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Umum Arminsyah mengatakan dengan adanya audit BPK, pihaknya akan
mempercepat penanganan perkara tersebut.
"Tentunya perkara
ini untuk yang dana pensiun akan segera kita limpahkan ke pengadilan dan
perkara pembelian dua kapan Transkontinental akan kita segera tetapkan
tersangkanya," katanya.
Dalam kasus itu,
penyidik Jampidsus telah menetapkan mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Dana
Pensiun Pertamina, M. Helmi Kamal Lubis, sebagai tersangka dan telah ditahan di
Rutan Salemba Cabang Kejagung.
Penetapan tersangka
Helmi berdasarkan surat perintah penyidikan Direktur Penyidikan Jampidsus
bernomor Print-02/F.2/Fd.1/01/2017.
Kasus ini bermula dari
penempatan dana pensiun Pertamina dalam bentuk investasi saham ELSA, saham
KREN, saham SUGI dan saham MYRX senilai Rp 1,3 triliun yang diduga tanpa
melalui prosedur yang berlaku. Selain itu, saham yang dibeli tidak termasuk
dalam unggulan (blue chip) dan terlalu berisiko.
B.
HASIL ANALISIS
Berdasarkan dua sumber berita
diatas, dapat diambil beberapa hal berkaitan dengan penyimpangan penggunaan
uang oleh pertamina, di antaranya yaitu:
1.
Pertamina
melakukan penyimpangan dalam penggunakan dana pensiun
2.
Menurut
BPK, dalam kasus penyimpangan dana pensiun ini, negara telah rugi sekitar 630
Milyar rupiah. Uang dana pensiun ini digunakan untuk membeli PT Sugih Energy
TBK sebesar 599 Milyar rupiah dan pengadaan kapal PT Pertamina Trans
Kontinental diperkirakan 35 Milyar rupiah lebih.
3.
Perkara
ini telah dibawa oleh BPK ke Gedung Bundar Jampidsus, dan telah diterima oeh
Jampidsus Arminsyah.
4.
Menurut Auditor Utama Investigasi BPK,
I Nyoman Wara penyimpangan dana pensiun ini adalah penyimpangan dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, pembayaran untuk kegiatan investasi saham.
5.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Umum Arminsyah mengatakan dengan adanya audit BPK, pihaknya akan mempercepat
penanganan perkara tersebut. Dalam kasus itu, penyidik Jampidsus telah
menetapkan mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Dana Pensiun Pertamina, M.
Helmi Kamall Lubis, sebagai tersangka dan telah ditahan di Rutan Salemba Cabang
Kejagung.
6.
Kasus ini bermula dari
penempatan dana pensiun Pertamina dalam bentuk investasi saham ELSA, saham
KREN, saham SUGI dan saham MYRX senilai Rp 1,3 triliun yang diduga tanpa
melalui prosedur yang berlaku.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan audit BPK, terjadi dua kasus penyalahgunaan dana yang dilakukan oleh PT.
Pertamina. Dua
kasus yang menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp 630 miliar itu bersumber
dari dana pensiun dan pengadaan kapal PT Pertamina Trans Kontinental. Berdasarkan surat perintah
penyidikan Direktur Penyidikan Jampidsus bernomor Print-02/F.2/Fd.1/01/2017, penyidik Jampidsus telah
menetapkan mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Dana Pensiun Pertamina, M.
Helmi Kamal Lubis, sebagai tersangka dan telah ditahan di Rutan Salemba Cabang
Kejagung.
B.
Saran
dan Solusi
Pemberantasan korupsi hanya
akan berhasil bila para pemimpin, terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah
negara bersih dari korupsi. Sebaiknya,
seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah. Para koruptor seharusnya diberikan hukuman yang
setimpal, sehingga membuat orang jera dan kapok
melakukan korupsi. Masyarakat
dapat berperan mengurangi banyaknya
koruptor dengan cara turut mengawasi jalannya pemerintahan dan
menolak aparat yang mengajaknya berbuat menyimpang.
DAFTAR PUSTAKA
https://kumparan.com/muhamad-rizki/bpk-korupsi-dana-pensiun-pertamina-rugikan-negara-rp-599-miliar#e5R2ZFxbQfm1Dpde.99
0 Comments:
Post a Comment