KATA
PENGANTAR
Pertama-tama
kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang mengkritisi UU No.17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
Makalah ini
telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Oleh karena
itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan makalah ini terutama kelompok 3.
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi tata bahasa
maupun susunan kalimatnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami menerima
segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca maupun negara serta
memberikan inspirasi untuk memajukan bangsa Indonesia.
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sebagai negara yang merdeka, negara memiliki tujuan-tujuan
tertentu yang tercantum dalam alinea IV
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Penyelenggaraan pemerintahan
negara ini menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang
yang perlu dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan negara.
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan
hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem
pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal
Keuangan, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam dan harga
mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain mengenai keuangan
negara sesuai dengan amanat Pasal 23C diatur dengan undang-undang yaitu UU No.
17 Tahun 2003. Artinya, UU Keuangan Negara merupakan UU organic dari Pasal 23C.
Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara
masih digunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal
dengan nama ICW Stbl. 1925 No. 448 selanjutnya diubah dan diundangkan dalam
Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan terakhir Undang-undang Nomor 9
Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku pada
tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No.
445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381.
Sementara itu, dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara
digunakan Instructie en verdere bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer (IAR)
Stbl. 1933 No. 320. Peraturan perundang- undangan tersebut tidak dapat
mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan
negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Oleh
karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap
berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan.
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara
menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut
dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable)
sesuaiu dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan
asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan
negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan
keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh
karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan
kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam
rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang
Dasar 1945.
2. TUJUAN
Tujuan dari dibuatnya dibuatnya makalah ini yaitu untuk
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Keuangan Negara sebagai bagian dari proses
pembelajaran di PKN STAN. Makalah ini juga dibuat untuk menambah wawasan
tentang Hukum Keuangan Negara di Indonesia.
ISI
Kritisi UU No 17 Tahun 2003
1. Pasal 11 ayat 3:
Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan
pajak, dan hibah.Penerimaan negara merupakan semua uang yang diterima negara
yang masuk ke kas negara. Pendapatan negara adalah hak negara yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Jadi dari pengertian di atas, uang yang
diterima negara belum tentu semuanya merupakan hak negara (pendapatan), karena
bisa jadi uang yang diterima negara tersebut adalah berasal dari pinjaman
negara (pembiayaan). Dalam struktur APBN, penerimaan negara merupakan
penerimaan pembiayaan yang berasal dari pinjaman, sehingga penerimaan
pinjaman/pembiayaan tidak dapat diakui sebagai pendapatan negara, karena tidak
menambah nilai kekayaan bersih negara, serta harus dikembalikan kepada pemberi
pinjaman. Begitu juga dengan hibah, merupakan pendapatan negara karena menambah
nilai kekayaan bersih.
Usulan
perbaikan: Pendapatan negara terdiri atas pendapatan pajak, pendapatan bukan
pajak dan pendapatan hibah.
2. Kritik
terhadap subtansi UU No 17 Tahun 2003
Peraturan mengenai Keuangan Negara diatur
di dalam UU No. 17 Tahun 2003. Lahirnya UU Keuangan Negara ini dilatarbelakangi
oleh pencantuman Pasal 23C Bab VIII UUD 1945. Artinya, UU Keuangan Negara
merupakan UU organic dari Pasal 23C.
Sayangnya, substansi yang diatur dalam UU
tersebut bukan mengenai hal-hal lain keuangan negara, melainkan mengenai
penyusunan APBN, APBD, hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta serta Badan Pengelola Dana
Masyarakat di luar domain hukum keuangan negara.
Hal itu disampaikan oleh Guru Besar
Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Arifin Soeria Atmadja dalam acara
Konferensi Nasional Hukum yang bertema “Permasalahan Hukum Keuangan Negara
Ditinjau dari Ketentuan Perundang-undangan yang Berlaku : Teori dan Praktik di
Indonesia,” yang diadakan di FHUI Depok, Rabu (31/10). “Sepertinya pembuat UU
tidak memahami perbedaan prinsipil antara keuangan negara, keuangan daerah,
keuangan perusahaan negara maupun daerah. Bahkan keuangan swasta pun diatur di
dalam UU Keuangan Negara ini,” ujar Arifin.
Dalam UU Keuangan Negara, diatur soal
keuangan badan-badan lain yang memperoleh fasilitas dari pemerintah. Padahal,
kata Arifin, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan badan-badan tersebut
telah diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
3. Pasal
2 Huruf i UU
Keuangan
Negara tidak membedakan secara tegas uang publik dan uang privat yang
menyebabkan keuangan/kekayaan pemerintah tidak berbeda dengan keuangan/kekayaan
pihak lain yang diperoleh dengan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Oleh
karena itu pasal ‘celaka’ dalam UU No. 17 Tahun 2003 ini perlu segera
diubah.Mengingat kasus yang terjadi antara PT Karaha Bodas (KBC) yang menuntut
PT Pertamina untuk membayar ganti rugi sebesar AS 261 juta atas proyek
pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) berdasarkan Energy
Sales Contact (ESC) yang ditunda salah satu proyeknya oleh pemerintah, negara
berpotensi menanggung semua kerugian yang diderita oleh perusahaan tersebut,
termasuk 95 persen uang milik pemerintah yang berada di Bank Amerika Serikat
(AS) yang kemungkinan tidak dapat dicairkan jika didasarkan pada Pasal 2 Huruf
i.
Penutup
Kesimpulan
Jadi dalam UU No 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara yang menurut kami perlu
dikritisi adalah
1. Pasal 11 ayat 3, dalam pasal
ini kami mengusulkan pendapatan negara terdiri atas pendapatan pajak,
pendapatan bukan pajak dan pendapatan hibah.
2.
Kritik terhadap subtansi UU No 17 Tahun 2003
3.
Pasal 2 Huruf i UU, dalam pasal ini kami mengusulkan
untuk membedakan secara tegas uang publik
dan uang privat agar menyebabkan keuangan/kekayaan pemerintah berbeda dengan
keuangan/kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan fasilitas yang diberikan
oleh pemerintah.
Saran
Sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan memahami
akan pentingnya konstitusi bagi negara,serta berusaha untuk mempelajari semua
hal yang berkaitan dengan konstitusi ini untuk dapat kita jadikan pedoman dalam
mengatasi setiap masalah dalam kapasitas kita sebagai warga negara.
0 Comments:
Post a Comment