latest Post

Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia


I.               Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan Staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

II.            Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.

III.         Masa Kemerdekaan
1.     Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitikberatkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1)    Provinsi
2)    Kabupaten/kota besar
3)    Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.

2.     Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a)    Propinsi
b)    Kabupaten/kota besar
c)    Desa/kota kecil
d)   Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

3.     Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1)    Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2)    Daerah swatantra tingkat II
3)    Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

4.     Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III. Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

5.     Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1)    Provinsi (tingkat I)
2)    Kabupaten (tingkat II)
3)    Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.

6.     UU No 5 Tahun 1974
Perubahan kebijakan hubungan pusat dan daerah dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 lebih condong kearah sentralistik. Beberapa karateristik yang menonjol dari prinsip penyelenggaraan pemerintahan UU Nomor 5 Tahun 1974, yaitu:Pertama, Wilayah negara dibagi ke dalam Daerah besar dan kecil yang bersifat otonom atau administratif saja. Kedua, pemerintahan daerah diselenggarakan secara bertingkat, yaitu Daerah Tingkat I, Daerah tingkat II sebagai Daerah Otonom, dan kemudian wilayah administrative berupa provinsi, kabupaten/kotamadya, dan kecamatan. Ketiga, DPRD Tingkat I maupun Tingkat II dan kotamadya merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah. Keempat, peranan Menteri Dalam Negeri dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dikatakan bersifat sangat eksesif atau berlebih-lebihan yang diwujudkan dengan melakukan pembinaan langsung terhadap daerah. Kelima, UU ini memberikan tempat yang sangat terhormat dan sangat kuat kepada Kepala Wilayah ketimbang kepada Kepala Daerah. Keenam, Keuangan Daerah sebagaimana umumnya dengan undangundang terdahulu, diatur secara umum saja. Daerah juga mendapat bantuan dari Pemerintahan Pusat berupa “Pemberian Pemerintah”, sebuah istilah yang menandakan kemurahan hati Pemerintahan di Jakarta.
Meskipun harus diakui bahwa UU No.5/1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam praktek yang terjadi adalah sentralisasi yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena yang paling menonjol dari hubungan antara sistem Pemda dengan pembangunan adalah ketergantungan Pemda yang tinggi terhadap pemerintah pusat.

7.     UU No 22 Tahun 1999
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999, daerah otonomi tidak menganut sistem bertingkat dan hanya mengenal 2 (dua) daerah otonomi, yaitu Provinsi dan Kabupaten/ kota yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Marbun, 2010:102-103): Pertama, Wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Provinsi, kabupaten, dan kota yang bersifat otonomi. Kedua, Daerah-daerah ini masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki (pasal 4 UU Nomor 22 Tahun 1999). Ketiga, Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai Daerah Administratif. Ada beberapa ciri khas yang menonjol dalam Undang-Undang ini (Syaukani, 2009:185-190), yaitu Pertama, Demokrasi dan Demokratisasi. Kedua, Mendekatkan Pemerintah Dengan Rakyat. Titik berat otonomi daerah difokuskan kepada Daerah Kabupatendan Kota, bukan kepada Daerah Propinsi. Ketiga, Sistem Otonomi Luas dan Nyata. Keempat, Tidak Menggunakan Sistem Otonomi Bertingkat. Dalam sistem ini, Pejabat Pemerintahan daerah yang lebih tinggi juga sekaligus merupakan atasan dari pejabat yang ada di daerah otonom yang lebih rendah. Kelima, No Mandate Without Funding. Penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah harus dibiayai dari dana Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (Pasal 78 ayat 2), dan “Penyerahan atau pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur atau penyerahan kewenangan atau penugasan Pemerintahan Pusat kepada Bupati/Walikota diikuti dengan pembiayaannya” (Pasal 2 ayat {4} UU PK no. 25 tahunn 1999). UU Nomor 22 tahun 1999 mengandung prinsip yang sebaliknya, yaitu money follows funftion. Artinya Daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya dan dengan kewenangan itu maka Daerah akan menggunakannya untuk menggali sumber dana keuangan yang sebesar-besarnya sepanjang bersifat legal dan diterima oleh lapisan masyarakat. Keenam, Penguatan Rakyat Melalui DPRD.
Dari UU No 22 tahun 1999 terdapat kesan kuat bahwa pusat memberikan kewenangan pada daerah. Pada kondisi tersbut mungkin terbaca bahwa pusat mulai mengakomodasi tuntutan daerah. Pemberian kewenangan daerah dalam skema otonomi daerah, bisa dibaca sebagai konsekuensi dari menurun daya kemampuan pusat untuk mengendalikan daerah, sehingga tidak ada pilihan lain kecuali memberikan kewenangan bagi daerah untuk mengatur diri sendiri. Pada kontek lain munculnya berbagai konflik di daerah terdapat kesan bahwa pusat seakan-akan hendak memindahkan pesoalan dalam ke masing-masing wilayah
Perubahan pengelolaan pemerinah daerah juga dilihat dalam era pasca-desentralisasi. Perubahan tersebut terlihat secara signifikan dalam keberadaan DPRD. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, DPRD diberi  peran dominan kepala daerah  dipemerintahan daerah. Tujuan  utamanya adalah untuk membawa pemerintahan lokal yang demokratis di berbagai daerah melalui, antara lain, pemberdayaan DPRD sebagai wakil masyarakat lokal dan sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk menahan kepala daerah bertanggung jawab atas kinerja mereka.
Di deberapa daerah, terjadi penguatan terhadap fungsi DPRD bahkan terlihat terjadi legislatif heavey dimana kepala daerah “kewalahan” menghadapi DPRD, apalgi kalau kepala daerah berasal dari partai berbeda dengan partai mayoritas di DPRD. Bahkan seolah-olah terjadi devided government (pemerintahan terbelah) akibat kepala daerah tersandra dengan DPRD.
8.     UU 32 tahun 2004
Antara UU 32 tahun 2004 dengan UU  No 22 tahunn 1999 sebenarnya tidak ada perbedaan prinsipal dalam kebijakan pengelolaan pemerintahann daerah. Dalam perspektif desentralisasi masih menerapkan prinsip residual power atau open arrangement karena pusat masih mengurus 6 urusan yang bersifat konkruent.  Pemerintah Daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan  tugas pembantuan. Otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
UU No.32 tahun 2004 mengatur hal-hal tentang; pembentukan daerah dan kawasan khusus, pembagian urusan pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan, kepegawaian daerah, perda dan peraturan kepala daerah, perencanaan pembangunan daerah, keuangan daerah, kerja sama dan penyelesaian perselisihan, kawasan perkotaan, desa, pembinaan dan pengawasan, pertimbangan dalamkebijakan otonomi daerah.
Menurut UU No.32 tahun 2004 ini, negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa. Sehubungan dengan daerah yang bersifat khusus dan istimewa ini, kita mengenal adanya beberapa bentuk pemerintahan yang lain, seperti DKI Jakarta, DI Aceh, DI Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di Papua.
Bagi daerah-daerah  ini secara prinsip tetap diberlakukan sama dengan daerah-daerah lain. Hanya saja dengan pertimbangan tertentu, kepada daerah-daerah tersebut, dapat diberikan wewenang khusus yang diatur dengan undang-undang. Jadi, bagi daerah  yang bersifat khusus dan istimewa, secara umum berlaku UU No.32 tahun 2004 dan dapat juga diatur dengan UU tersendiri. Ada perubahan yang cukup signifikan untuk mewujudkan kedudukan sebagai mitra sejajar antara kepala derah dan DPRD yaitu  kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan DPRD hanya berwenang meminta laporan keterangan pertanggung jawaban dari kepala daerah.
Di daerah perkotaan, bentuk pemerintahan terendah disebut “kelurahan”. Desa yang ada di Kabupaten/Kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah desa, bersama Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan perda. Desa menjadi kelurahan tidak seketika berubah dengan adanya pembentukan kota, begitu pula desa yang berada di perkotaan dalam pemerintahan kabupaten.
9.     UU No 23 Tahun 2014
Pada UU 23 tahun 2014, masih menerapakan pola residual power atau open arrangement, bahkan urusan pemerintah dibagi menjadi urusan pemerintah absolut, urusan pemerintah konkruen dan urusan pemerintahan umum (pasal 9) urusan pemerintah absolut adalah urusan pemerintah yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (politik luar negeri, pertahanan,  keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama) urusan pemerintah konkruen adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.  Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Selain itu dalam UU 23 Tahun 2014 DPRD masih sama kedudukannya dengan UU No 23 Tahun 2004 yakni sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah
Selain persoalan filosofis dalam urusan pemerintah pusat dan daerah seperti diatas diatur dalam UU 23 Tahun 2014 juga ada perbedaan yuridis. Perbedaan yuridis tertuang dalam bentuk pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam UU sebelumnya.  Perbedaan secara yuridis, sangat terlihat dengan tidak adanya pasal-pasal yang mengatur tentang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Perihal pemilihan daerah telah diatur dalam UU no 22 tahun 2014 yang sudah dibatalkan dengan Perpu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dipisahkannya UU Pemda dengan UU Pilkada dimaksudkan agar kedua UU tersebut dapat berjalan secara maksimal sesuai dengan isu sentralnya masing-masing. Selain itu, dalam pemisahan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pilkada dimaksudkan untuk mempertegas posisi dan perbedaan Gubernur dan Walikota/Bupati.
Hal ini dikarenakan Gubernur yang dipilih melalui mekanisme pemilihan langsung. Namun, secara sepihak dikooptasi dengan menempatkan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Dalam perspektif akademis posisi Gubernur dapat dikategorikan sebagai “unit antara”. Ciri khas dari “unit antara” dalam penyelenggaraan pemerintahannya bersinggungan dengan kegiatan dekonsentrasi daripada desentralisasi. Dengan demikian, Gubernur yang dipilih langsung oleh rakyat, kewewenangannya “terkebiri” karena status gandanya yang juga sebagai wakil pemerintah pusat. Berbeda dengan Walikota dan Bupati yang sama-sama dipilih oleh rakyat tapi statusnya sebagai daerah otonom yang mengedepankan prinsip atau azas desentralisasi. Disinilah urgensi pemisahan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pemilihan pilkada mejadi dua UU yang berbeda.

About Wolfk8

Wolfk8
Recommended Posts × +

1 Comments:

  1. Casino Games Finder - jtmhub.com
    Search by casino games, name and id - Find casinos near you 원주 출장샵 and search 보령 출장샵 for Casino Games at 양주 출장안마 jtmhub.com. Find the 세종특별자치 출장마사지 best 광주광역 출장마사지 slot machines, table games and more.

    ReplyDelete